Lombok dalam 4 hari
Lombok dalam 4 hari....
yang bisa gw simpulkan adalah:
1. lautnya buaguuuus
2. makanannya pedes-pedes,
3. bahasa yang digunakan adalah bahasa sasak,
4. masyarakatnya unik dengan tradisi yang kental dan bemacam-macam legenda dan cerita rakyat,
5. langit malemnya bagus banget dan bintang-binta selalu keliatan,
6. panas,
7. banyak pohon jambu mete plus tembakau,
8. sapi,
9. turis manca negara
Sebenernya gw baru sadar kalo Lombok itu cantik setelah 6 jam menginjakan kaki di pulau ini, tepatnya saat makan malam di tepi pantai dengan deburan ombak dan taburan bintang plus 30an tim EGI yang duduk di meja panjang. Hari pertama emang rada enggak perhatian sama Lombok, maklum banyak perintilan yang harus diurus, dah banyak hal yang harus dipelajari.
Hari ke2 gw, Lita, abang dan Pak Toton mengurus acara Bimbingan Teknis di Unram, setelah itu kami berempat harus balik ke hotel (ngurus kepindahan hotel) sementara tim EGI pergi ke Sekarbela dan P2O Lipi. Nah! hotel yang baru ini telaknya emang rada jauh dari hotel kami sebelumnya, tapi pemandangannya juga jauh lebih bagus. Sepanjang perjalanan menuju hotel, supir kami pak Adi banyak cerita mengenai bahasa sasak. Kami menyusul rombongan ke P2O dengan menyusuri pantai Senggigi (sementara mereka lewat jalur lain yaitu Lombok tengah) karena itu kami bisa melihat pemandangan laut Lombok yang cantik banget. Dan enggak kayak pantai2 di Bali yang selalu dipenuhi orang-orang, pantai2 di Lombok masih sepi, brasa pantai pribadi gitu. Di beberapa teluk terdapat kapal2 kecil yang sedang berlabuh.
Di P2O Lipi kami dikenalkan dengan salah satu biota laut aneh yang baru gw temui, siput Abalon, yang konon harganya muahal abiez! Lipi Mataram memang mengembangkan budidaya kerang mutiara dan siput Abalon. Setelah puas muter2 dan bertanya-tanya, kami disuguhi kelapa muda (untung enggak disuruh nyicipin siput Abalon).
Hari ke3 tujuan kami adalah Desa Adat Senaru, Masjid Kuno dan Sembalun.
Senaru, diambil dari kata sinar atau bersinar. Desa ini terletak di kaki gunung Rinjani, dipimpin oleh Meloka atau ketua adat. Sejak dulu para pendaki yang hendak menaklukan Rinjani mampir di desa ini dan melakukan ruah (kalo di jawa ruatan) sebagai bentuk penghormatan pada gunung Rinjani yang dianggap sakral. Masyarakat Senaru memegang kepercayaan watu tilu, yaitu jiwa manusia terdiri dari 3 unsur. Yang paling menarik buat gw di tempat ini adalah ruah gunung yang mereka lakukan 8 tahun sekali. Upacara ini ditujukan sebagai 'perbaikan' kondisi gunung. Dalam upacara ini masyarakat adat Senaru menebarkan biji-bijian di gunung untuk mengganti pohon-pohon tua dan mengganti hasil hutan yang selama ini sudah mereka nikmati.
Dari Desa adat kami meneruskan ke Sindang Gile, air terjun di kaki gunung Rinjani. Bener-bener mendaki gunung lewati lembah, tapi semua orang pada semangat soalnya ibu Meutia Hatta ikutan dan beliau justru yang paling semangat mengunjungi air terjun ini. Menurut mitos sih cuci muka atau mandi di Sindang Gile bisa bikin orang awet muda.
Malam harinya gw dan beberapa teman berputar-putar kota Mataram menemani Seto dan Terra yang mendapat tugas untuk menulis tentang kehidupan anak muda Lombok. Kami end up menyantap sate Bulayak di taman kota di jalan Udayana. Menurut mba Evy, tempat itu menjadi tempat nongkrong anak muda (di Mataram ga ada alun-alun). Sate bulayak sendiri cukup unik, satenya terdiri dari daging ayam, sapi dan jeroan, dihidangkan dengan bumbu kacang dan disantap bersama bulayak lontong khas lombok yang dibungkus janur. di mobil kami disuguhi kue bantal. Enggak kaya kue bantal di Jakarta yang bahan dasarnya terigu, kue bantal di Lombok lebih mirip lepet dengan isi kacang merah.
yaaaaaaaah.... itulah pengalaman gw di Lombok.
nb: thanks to mba Daning and mas Hai (seksi super sibuk EGI NTB 2010)
Comments
Post a Comment