Secangkir Kopi, Sepiring Rica
Mereka bilang Manado terkenal dengan wisata kulinernya mulai dari
Tinutuan sampai Paniki, tapi untuk ku kelezatan kuliner Manado ada di
dalam secangkir kopi dan sepiring rica. Aku berjalan di sepanjang
Malalayang, menoleh ke kanan dan ke kiri, memilih antara Goropa, Bobara,
atau Oci, yang akan menjadi teman sepiring rica. Tapi belum lengkap
rasanya ikan-ikan segar itu tanpa sepiring pucuk pakis yang hangat.
Aku tidak pernah bosan dengan rica, namun sesekali menu kami berganti dari sepiring rica ke semangkuk woku belanga. Yang kami temukan di dalam mangkuk penuh rempah dan kuah kuning itu memang tidak jauh dari oci dan teman-temannya, pernah juga pilihan jatuh pada nike. Sejujurnya aku lebih menyukai perkedel nike yang kami makan siang hari diatas danau Tondano. Mungkin orang Manado tidak menyebutnya perkedel, namun ikan nike yang digoreng renyah dan dibentuk bola-bola kecil jelas mengingatkan ku pada perkedel.
Satu lagi yang menarik perhatian ku adalah pisang goreng sambel roa. Aku menemukannya pertama kali di atas meja kayu diantara kelapa-kelapa buah tepat setelah menginjakan kaki di daratan setelah mengapung bersama ikan-ikan di Bunaken. Aku tidak pernah menyangka manisnya pisang bisa disandingkan dengan gurih-pedas sambal roa.
Akhirnya sampai pada segelas kopi dimana pilihannya adalah menikmatinya di tepi pantai di Amurang sambil menonton matahari terbenam atau dengan dua buah kue sagu ditemani semilir angin di tepi danau Linau. Aku bukan peminum kopi, bukan juga pengamat yang bisa membedakan berjenis-jenis kopi. Bahkan awalnya asam lambung ku selalu protes setiap kali menerima beberapa teguk kopi. Namun setelah melewati masa dimana aku harus terjaga semajang malam, bermalam-malam, maka kini kopi menjadi salah satu teman ku. Kopi hitam, tanpa bumbu apapun. Dan saat pilihannya adalah danau atau laut, tentunya secangkir kopi dan irama deburan ombak akan menjadi perpaduan yang menyenangkan :)
Comments
Post a Comment